KELAS MENULIS HIMAPBI/ Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1)

Gambar
  Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1) Gusman Azis Kenapa disarankan untuk menulis? Karena dengan menulis, kita tidak akan dibunuh dunia. Disarankan selalu menemukan ruang untuk menyusuri sensasi yang sakral. Menulis ialah salah satu pekerjaan yang mulia karena kita ikhlas memperbaiki dunia. Alberthiene Endah (2011) mengatakan "Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hati dan memperluas cakrawala". Kita lumrah mengeluh menulis, yang amat sangat meremehkan menulis. Kenapa orang lain bisa menulis, sedang kita tidak bisa? Dan kenapa orang lebih memilih berbisnis, membuka restoran, atau jadi profesional sukses di perusahaan multinasional ketimbang memilih untuk sepenuhnya menekuni dunia menulis? Itu serangan yang sulit untuk ditepis, karena hal itu menyangkut dengan pilihan dan jalan hidup tiap orang. Kita sebagai manusia yang keras kepala dengan dunia yang menyengat sejak kecil, jangan selalu nyaris terpengaruh bahwa menulis bukanlah aktivitas yang hidup. Bukan ak...

WABAH KELISANAN TELAH MATI



Wabah Kelisanan telah Mati
Gusman Azis

Mengutip pendapat Carlos María Domínguez salah satu penyair kaliber dunia berkebangsaan Argentina “Wabah kelisanan telah dibunuh manusia”. Yah, wabah kelisanan memang telah mati dalam hidup kita. Kita sendiri yang membunuhnya. Di jantung kota, bahkan sampai pinggiran kota besar-kecil, hidup kita telah diambil alih salah satu perangkat pintar, yaitu telepon jenis android dan ios, sebut saja HP canggih. 

Perangkat itu memang pintar, karena memang alat itu dibuat sepintar-pintarnya. Namun, kita sebagai penggunanya kadang atau bahkan keseringan dibuat tidak pintar karena saking pintarnya HP canggih itu. 

Di rumah di ruang tamu, di teras, di meja makan, kita dibuat hening, dibuat lupa nasehat bapak dan ibu, dibuat mengabaikan kasih dan sayang bapak dan ibu. Di cafe-cafe, kita dibuat bisu di tengah gaduh, saling melupakan teman di samping kiri-kanan-depan, hanya satu patah kata saja yang kadang membuat menyahut tanpa menoleh, setelah itu, kita masing-masing kembali tunduk. 

Di taman, di jalan lebar dan gang, di atas kendaraan, bahkan di tempat romantis kita dulu, di tempat yang kita lisankan kata-kata dengan sangat hati-hati ke pita telinga untuk memanjakan pikiran dan hati kita, itu pun hanya barang beberapa menit saja, setalahnya kita kembali duduk-berdiri-berjalan di tengah keramaian hanya menoleh ke objek tertentu, apakah ke langit, ke pohon-pohon kalau ada, ke orang yang berada di sekitar kita hanya untuk menyegarkan mata yang memerah, bukan untuk menyapa. 

Di antara kita, saat berHP canggih kebanyakan berkepentingan hanya menyoal pada hati, yaitu cinta katanya. Itu sudah menjadi hal yang wajar, karena memang hanya cintalah yang paling dekat dengan hidup kita. Soal kepentingan berHP canggih, itu hak milik perseorangan, boleh mencampuri namun dilarang melarang. 

Maka dengan itu, kita tidak bisa mengelak hidup berdampingan dengan HP canggih, karena itu sudah terlanjur masanya, dan proses kerjanya adalah menjauhkan yang dekat-mendekatkan yang jauh. Yang perlu, kita harus belajar mematok batas. 

Ada dan tidaknya pandemi sekarang ini, kita tetaplah bisa memilih saling menukar nasehat, menakar amarah, meredam cemburu, mengoper rindu, baik tatap langsung maupun dengan HP canggih itu sah-sah saja, karena tatap langsung kita juga pakai kata sebagai perantara untuk mengutakaran rindu dan lewat HP canggih sebagai perantara kita juga pakai kata sebagai perantara pula untuk meluapkan rindu.

Jadi tetaplah sama, yang membedakan hanya pada soal jarak. Yang terpenting ketika mengutarakan rindu atau maksud lainnya itu benar-benar berasal dari urat-urat hati kita.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KELAS MENULIS HIMAPBI/ Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1)

Dari Konteks Bahasa dan Berbahasa, Semua Manusia Punya Potensi untuk Berkembang

KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BERSABDA KARYA GUSMAN AZIS