Jurnal Skripsi Nilai Religi pada Puisi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
NILAI RELIGI KUMPULAN PUISI SAJAK LANGIT KARYA ALVIN SHUL VATRICK DKK DENGAN TEORI STRUKTURALISME GENETIK
Gusman Azis
1Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Al Asyariah Mandar Jl. Budi Utomo No. 2, Polewali Mandar, Sulawesi Barat 91311
gusmangembel@gmail.com
Abstrak
Gusman Azis, 2020. Nilai Religi Kumpulan Puisi Sajak Langit Karya Alvin Shul Vatrick dkk dengan Teori Strukturalisme Genetik. (Dibimbing oleh Chuduriah Sahabuddin dan Abdul Muttalib)
Karya sastra merupakan hasil cipta sastra yang mengungkapkan masalah tentang kemanusiaan. Perumusan masalah pada penelitian tersebut bagaimanakah nilai religi puisi berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan puisi Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai religi puisi karya Alvin Shul Vatrick dkk. Dalam penelitian ini memilih puisi-puisi karya Alvin Shul Vatrick dkk yang diasumsikan memiliki nilai-nilai religi. Penelitian tersebut merupakan kepustakaan dengan fokus penelitian pada nilai religi. Teknik pengumpulan data pada skripsi ini adalah metode kualitatif dengan teknik pustaka, simak dan catat dengan analisis data menggunakan analisis konten. Dalam hal ini, peneliti akan mengungkapkan nilai religi yang terkandung dalam puisi-puisi Alvin Shul Vatrick dkk. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan puisi Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk memiliki tiga aspek nilai religi, yaitu nilai religi manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.
Kata Kunci: Analisis, Nilai Religi, Puisi
PENDAHULUAN
Sastra ialah ungkapan pribadi manusia yang bertumpu pada pengalaman, pemikiran, perasaan, ide-ide, semangat, keyakinan pada suatu bentuk gambaran yang konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo,2001: 3). Dalam sastra itu ada karya sastra yang mempunyai tiga bentuk yaitu prosa, puisi dan drama. Puisi adalah karya sastra pertama yang ditulis manusia dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama yang padu dan pemilihan diksi-diksi kias (Waluyo, 2005: 1).
Atmosuwito (1989: 126) mengemukakan bahwa dalam sastra pasti terdapat nilai religi. Ia menganggap sastra merupakan cerminan dari latar belakang agama pengarangnya walaupun pada puisi yang ditulis bukan tema tentang agama. Dalam hal ini, kehidupan agama dijadikan dasar sebagai pemecahan masalah. Dalam sastra religi, bukan hanya suatu kekuasaan, melainkan alat untuk menyampaikan perasaan. Dan juga sastra religi juga bukan sebagai alat untuk berdakwah.
Sederet nama penyair terkenal yang banyak menulis karya sastra yang bertema religi di antaranya adalah sosok fenomenal Jalaluddin Rumi. Vatrik dkk, (2019: V-VI) mengemukakan ciri khas karya sufi Rumi yaitu, ia sering memulai puisi dengan kisah-kisah yang digunakannya sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.
Tema-tema dalam puisi bermula dari berbagai fenomena, kenyataan dan persoalan yang dihadapi penyair. Fenomena, kenyataan dan persoalan tersebut dapat bersifat konkret ataupun sangat abstrak. Misalnya, fenomena, kenyataan dan persoalan yang dihadapi penyair, yaitu kematian, cinta, penderitaan, waktu dan sebagainya. Menurut Pratt (dikutif dalam Vatrik dkk, 2019: V-VI), Pratt menyatakan bahwa peristiwa ujaran bergantung pada konteksnya. Karena, karya sastra dalam hal ini puisi adalah peristiwa ujaran yang bergantung pada konteksnya, itu berarti semua pembaca puisi juga harus melalui konvensi sosial bahasa sekaligus memahami bahasa puisi yang khas.
Tema-tema religi pada karya sastra erat kaitannya dengan persoalan ketuhanan dan keagamaan manusia. Puisi yang terdapat pada sehimpun kumpulan puisi Sajak Langit terdapat tema-tema yang menyangkut dengan religi. Kumpulan puisi Sajak Langit diterbitkan oleh Aden Jaya, Luwu, Sulawesi Selatan, 2019. Sepanjang tahun 2019, Penerbit Aden Jaya menggelar acara apresiasi sastra khususnya puisi setiap tahunnya dengan para penulis di berbagai Nusantara sebagai upaya menggelorakan semangat untuk memajukan literasi. Tujuan meningkatkan posisi dan studi pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia untuk memantapkan kesatuan bangsa menuju Indonesia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Alasan menganalisis nilai religi pada kumpulan puisi Sajak Langit ini, karena dalam puisi tersebut terdapat tema-tema religi yang dapat dihubungkan dengan aspek -aspek religiusitas. Tema religi yang dimaksud yaitu suatu perasaan mendalam yang dirasakan oleh penulis yang berkaitan dengan ketuhanan dan keimanan. Sejalan dengan hal tersebut, Kurniawan (2009: 27) menyatakan bahwa sastra tumbuh dan berkembang di negeri ini sebenarnya sangat beragam, tetapi penelitian genre dalam karya sastra berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran puisi Alvin Shul Vatrick dkk, yakni untuk mendeskripsikan nilai religi puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan puisi Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk. Penelitian ini juga bermanfaat bagi kemajuan kesusastraan Indonesia, yakni dengan memperkaya dunia kritik sastra Indonesia dan mengembangkan sastra sebagai disiplin limu melalui penelitian terhadap puisi-puisi karya Alvin Shul Vatrick dalam kumpulan puisi sajak Langit. Secara khusus penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai nilai-nilai religi yang terdapat dalam puisi karya Alvin Shul Vatrick dkk kumpulan puisi Sajak Langit.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori sastra iyalah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, dan kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra (Wellek dan Werren A, 1986: 10). Teori adalah pengetahuan sistematik atau suatu sistem ilmiah yang menerapkan pola pengaturan hubungan gejala-gejala yang diamati. Teori berisi tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu hipotesis tertentu. Suatu teori hanya dapat dideduksi secara logis dan dicek kefaktualannya atau dibantah kebenarannya pada objek yang diamati tersebut.
Karya sastra menurut genre atau jenisnya terbagi atas puisi, prosa dan drama. Pembagian tersebut semata-semata didasarkan pada perbedaan bentuk fisik saja, bukan pada substansinya. Substansi karya sastra apapun bentuknya tetaplah sama, yakni pengalaman kemanusiaan dalam segala dimensinya. Pengenalan terhadap ciri-ciri bentuk sastta ini memudahkan proses pemahaman pada maknanya. Demikian pula pada komponen-komponen yang turut membangun karya sastra tersebut (Wahyuni, 2014: 1)
Puisi merupakan struktur pengalaman. Hal ini berarti bahwa puisi tidak dapat dilepaskan dari pengalaman hidup penyairnya. Seorang penyair sebenarnya memindahkan pengalaman-pengalamannya ke dalam puisinya. Pengalaman yang dihadirkan ke dalam bentuk karya berupa puisi hadir sebagai media berbagai penyair kepada pembaca. Apa namanya jika tidak berbagi, ketika pesan-pesan yang dituliskan secara bernas ke dalam puisi berdasarkan pengalaman baik secara spritual maupun imajinatif dan ekspresif pada akhirnya tertangkap secara mulus dan cepat maupun harus dengan berpikir penuh kerutan bagi pembaca. Lalu, dari pemahaman yang diperoleh pembaca terkonstruksilah imajinasi dan impresi terhadap pengalaman hidup penyair (Vatrick dkk, 2019:v).
Pengalaman dalam proses kreatif puisi mengacu pada dua hal, yaitu pengalaman dalam penghayatan realitadan penghayatan dalam pengalaman puitik. Pengalaman dalam penghayatan realita terjadi di dalam proses penciptaan puisi berdasarkan peristiwa nyata yang direfleksikan ke dalam diksi-diksi puisi. Selanjutnya, penghayatan dalam pengalaman puitik muncul disebabkan oleh rangsangan imajinasi penyair (Vatrick dkk, 2019:v).
Pengalaman relitas dan petualangan jiwa yang amat personal menjadikan masing-masing penyair memiliki sudut pandang berbeda tentang puisi. Persetubuhan antara realitas dan petualangan jiwa terhimpun dalam sebuah puisi. Pengalaman realitas menjelmakan penghayatan yang menyentuh emosi, baik emosi penyair maupun emosi pembaca.Dipilihnya beberapa tema yang dekat dengan pengalaman personal para penyair. Sesungguhnya penyair telah menggiring dirinya untuk lebih dekat dengan realitas kehidupan yang melahirkan kecerdasan emosional hingga kecerdasan spritual. Dengan tema religi misalnya, penyair akan mengeksplorasi pengalaman realitas dan jiwani ke dalam puisinya menggunakan diksi-diksi untuk membangun kekuatan puisi (Vatrick dkk, 2019:vi).
Diksi-diksi yang dipilih pun dapat bertumpu pada bahasa kias (figuratif language) atau pun kata nyata (concreet word). Diksi yang bertumpu pada figuratif language akan memilih jalinan komunikasi melingkar, yaitu memberdayakan kata-kata simbol, metafora-metafora yang membuka peluang multiinterpretasi atau multitafsir seluas-luasnya kepada pembaca. Sebaliknya, penggunaan diksi yang bertumpu pada concreet word akan membuka peluang terciptanya puisi-puisi transparan yang mudah ditafsirkan (Vatrick dkk, 2019:i).
Awal dikenal di Indonesia, puisi banyak disebut sebagai mantra. Dalam kehidupan masyarakat Jawa, mantra ini sangat kental digunakan dalam tradisi tembang Jawa kuno. Ada kalanya, mantra tersebut biasanya didendangkan pada acara-acara sakral yang bersifat penting, seperti acara mitoni, siraman, pernikahan dan pesta rakyat lainnya. Ada kalanya juga, mantra tersebut didendangkan pada acara-acara yang menceritakan sebuah kisah, seperti kisah percintaan Dewi Nawang Wulan dengan Jaka Tarub (Santosa, 2001:33).
Sejarah puisi Indonesia dikenal menggambarkan perkembangan puisi pada saat itu. Perkembangan puisi pada saat itu tidak hanya meliputi struktur fisiknya, melainkan juga meliputi struktur batin (Wahyuni,2014:19).
Berikut gambaran sejarah puisi di Indonesia, mulai dari angkatan Balai Pustaka hingga Angkatan sekarang:
Angkatan Balai Pustaka (Tahun 20-an)
Angkatan Balai Pustaka lahir pada tahun 1920-an. Pada masa itu penerbit yang paling banyak menerbitkan buku-buku puisi adalah penerbit Balai Pustaka. Angkatan tersebut puisi masih jenis mantra, syair dan pantun yang merupakan ciri khas dari puisi lama. Mantra adalah puisi lama yang paling banyak di Indonesia. Mantra pada saat itu tidak dianggap sebagai puisi biasa, melainkan juga sebagai bagian dari doa yang memiliki kekuatan kata yang sanggup memunculkan kekuatan gaib dan sang pencipta. Sementara, syair dan pantun dianggap sebagai puisi biasa yang tidak bisa memunculkan kekuatan gaib sebagaimana mantra (Wahyuni, 2014:19).
Angkatan Pujangga Baru (Tahun 30-an)
Angkatan Pujangga Baru diambil dari nama majalah sastra yang mulai terbit pada tahun 1933. Pelopor dari angkatan Pujangga Baru adalah Amir Hamzah dan lain-lain. Pada angkatan ini puisi sudah bertransformasi menjadi puisi baru yang melepaskan ikatan-ikatan dari puisi angkatan Balai Pustaka. Hasil dari transformatif membentuk beberapa puisi baru, di antaranya distichon dua baris, tersina tiga baris, quartrin lima baris, quint lima baris, sextet enam baris, septima tujuh baris, oktaf tujuh baris dan sonata empat belas baris (Wahyuni, 2014:20).
Angkatan Empat Lima (1945-1953)
Angkatan Empat Lima lahir pada tahun 1945. Pelopornya tidak lain adalah Chairil Anwar. Dialah yang telah meperjuangkan puisi begitu keras hingga akhirnya melahirkan sastrawan Empat Lima. Untuk itu, angkatan Empat Lima juga disebut sebagai angkatan Chairil Anwar. Pada angkatan Empat Lima, struktur puisi sudah mengalami perubahan menyeluruh dari angkatan-angkatan sebelumnya. Bentuk sonata, tersina, quartrin dan sebagainya sudah tidak digunakan lagi dan mulai membentuk puisi baru yang memiliki lima ciri-ciri khas. Pertama, berstruktur bebas. Kedua, bersifat individualis. Ketiga, menggunakan bahasa sehari-hari. Keempat, realistis. Kelima, futuristik (Wahyuni, 2014:21).
Angkatan Enam Puluh Enam (Tahun 1963-1970)
Angkatan Enam Puluh Enam lahir pada tahun 1953. Angkatan ini dikemukakan oleh H.B Jassin dengan mengangkat Taufik Ismail sebagai pelopornya. Pada waktu itu, angkatan Enam Puluh Enam mendapatkan pengakuan umum di kalangan sastrawan. Kemunculannya tepat saat bangsa Indonesia tengah mengalami kekacauan di segala bidang kehidupan sehingga puisi-puisi pada angkatan ini banyak yang mengemukakan kritik sosial dan protes keadaan bangsa Indonesia yang sering mengalami kekacauan tersebut. Untuk semakin menyuarakan kritik sosial dan protes lewar puisi, mulai muncullah fasilitas-fasilitas sastra, seperti lahirnya majalah Horison pada tahun 1966 dan dibangunnya Taman Ismail Marzuki yang menjadi pusat kebudayaan pada tahun 1968 (Wahyuni, 2014:23).
Periode Kontemporer (Tahun 1970-Sekarang)
Periode Kontemporer mulai lahir pada tahun 1970 dan bertahan hingga sekarang. Pada periode ini, bentuk atau struktur puisi yang ditulis para sastrawan tidak mengikuti kaidah atau aturan puisi pada umumnya, sebagaimana kaidah pada puisi lama. Selain itu, puisi yang ditulis para sastrawan juga lebih banyak menampilkan kata-kata atau idiom-idiom baru yang lahir dari bahasa keseharian. Tema puisi pada periode Kontemporer menjadi lebih luas daripada angkatan-angkatan sebelumnya, yang meliputi tema protes, religios, perjuangan, kritik pemerintahan, kritik sosial dan sebagainya (Wahyuni, 2014:24).
Pada puisi terdapat unsur-unsur yang membangun. Tarigan (1985: 9) mengemukakan bahwa unsur-unsur puisi tersebut dapat dipilih menjadi dua srruktur, yaitu struktur fisik puisi (diksi, imaji, kata konkret, majas, serta verifikasi) dan struktur batin puisi (tema, rasa, nada dan amanat).
Sejarah puisi di Indonesia, dikenal berbagai jenis dan model puisi yang menggambarkan perkembangan puisi pada saat itu. Perkembangan puisi pada saat itu tidak hanya meliputi struktur fisiknya, melainkan juga meliputi struktur batin yang berarti struktur makna atau tematik (Wahyuni, 2014:19). Perkembangan puisi di Indonesia ada beberapa angkatan, yaitu Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan Empat Lima, Angkatan Enam Puluh Enam dan PeriodeKontemporer hingga sekarang.
KBBI (dikutip dalam Vatrick dkk, 2019: V), KBBI menyatakan bahwa kata “religius”bermakna; bersifat keagamaan; yang bersangkut paut dengan religi. Kata religi berasal dari bahasa latin yaitu kata relegere yang bermakna pengertian dasar “berhati-hati”, berpegang pada norma atau aturan tertentu. Religi dapat diartikan suatu keyakinan, nilai-nilai kehidupan yang harus diperhatikan dan norma yang harus dijaga agar tidak terjadi perilaku menyimpang.
Seseorang haruslah memiliki pikiran religius yang seiring dengan pikiran ilmiah, suatu pikiran ilmiah pun berjalan seiring dengan disiplin agama. Tak ada kemustahilan di dalamnya. Bahkan sebaliknya, pikiran akan menjadi lebih hidup, jika ia bergerak dari yang satu ke yang lainnya lalu berjalan berdampingan (Vatrick dkk, 2019:v).
Jika dilihat dari sejarahnya, hampir semua karya seni adi luhung bersifat religius, yang berupa syair-syair. Berbagai syair dan doa digubah sedemikian indah, dipersembahkan dan dijadikan sarana pemujaan kepada Dzat Yang Maha Agung. Misalnya Matsnawi karya Syekh Jalaluddin Rumi, Rubaiyat karya Syekh Umar Khayam, atau Mantiqut Thair karya Fariduddin Attar. Kesenian yang dilandasi oleh motif keagamaan pada umumnya bersifat sakral dan abadi (Mandar, 2018: 89).
Karya sastra tak pernah lepas dari analisis. Analisis sastra adalah ikhtiar untuk menangkap atau mengungkapkan makna yang terkandung dalam teks sastra. Dalam hal pengkajian atau analisis pada suatu karya sastra tentu struktur terlebih dahulu yang dianalisis sebelum menganalisis unsur-unsur yang lain. Strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni yakni analisis terhadap unsur intrinsik. Teori tersebut ditemukan oleh Lucian Goldmann seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Prancis. Teori ini merupakan analisis struktur yang memberikan perhatian pada semua unsur luar karya sastra itu sendiri sehingga mencakup kajian unsur yang membangun karya sastra tidak hanya dari dasar dan permukaan, melainkan juga dari pengaruh luar. Lucian Goldman menekankan empat aspek dalam teori Strukturalisme Genetik, yaitu, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia (Ratna, 2004: 122-123).
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis strukturalisme genetik berusaha memaparkan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta menjelaskan bahwa unsur-unsur tersebut dapat mengetahui nilai religi. Untuk sampai pemahaman, maka digunakan analisis Nilai Religi Kumpulan Sajak Langit Karya Alvin Shul Vatrick dkk dengan Teori Strukturalisme Genetik.
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap awal, penulis menentukan objek penelitian, yaitu tiga puisi Alvin Shul Vatrick dalam kumpulan Sajak Langit, antara lain, Hilang, Kejora, dan Sajak Langit. Setelah itu, dilakukan pemahaman sungguh-sungguh terhadap ketiga puisi tersebut, sehingga menemukan maksud yang terdapat di dalamnya. Penulis menganalisis ketiga puisi tersebut dengan menggunakan teori strukturalisme. Dari hasil analisis, penulis menemukan nilai religi serta struktur batin dalam kumpulan puisi Sajak Langit. Pada tahap akhir, penulis menyimpulkan hasil penelitian dengan menunjukkan jawaban dari kedua pokok bahasan dalam penelitian ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah jenis penelitian deskriptif. Dalam mengkaji puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang karya Alvin Shul Vatrick dkk dalam kumpulan Sajak Langit, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, artinya yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan variabel (Arikunto, 2002: 16)
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu penelitian. Maksud dari desain penelitian deskriptif adalah penelitian yang membahas masalah atau fakta yang ada pada masa sekarang. Penulis melakukan penelitian yang bersifat kajian pustaka dengan langkah-langkah menelaah buku yang berkaitan dengan dengan judul penelitian yang dilakukan. Setelah data-data tersebut terkumpul kemudian dianalisi, lalu dideskripsikan sesuai dengan batasan masalah yang telah ditentukan sebelumnya (Arikunto, 2002: 33).
Objek penelitian adalah unsur-unsur yang sama-sama dengan sasaran penelitian, kata dan konteks data (Arikunto, 2002: 30). Objek penelitian ini adalah nilai religi pada puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan Sajak Langit Karya Alvin Shul Vatrick dkk dengan Teori Strukturalisme Genetik.
Data kualitatif adalah data yang berupa kata-kata atau gambar, bukan angka (Arikunto, 2002: 16. Data dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, ungkapan yang terdapat nilai religi pada puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk yang ditekankan pada masalah religi.
Sumber data dalam penelitian tersebut adalah sumber data primer yang langsung didapat dan diperoleh oleh peneliti dari sumber pertamanya untuk keperluan penelitian (Surachmad, 1990: 163). Sumber data penelitian tersebut adalah puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk yang diterbitkan oleh CV Aden Jaya tahun 2019.
Instrumen penelitian adalah cara memandang atau mendekati suatu objek atau asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangaan dalam memandang suatu objek (Arikunto, 2002: 12). Berdasarkan pendapat tersebut, instrumen yang digunakan untuk mengkaji adalah pendekatan strukturalisme genetik. Pendekatan strukturalisme genetik digunakan dalam penelitian tersebut untuk mengkaji nilai religi terhadap puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang dalam kumpulan Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teknik pustaka, simak dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Siswantoro, 2010: 42). Teknik simak dan catat berarti penelitian sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data yakni sasaran penelitian karya sastra yang berupa kata, klausa, kalimat, ungkapan yang terdapat nilai religi dalam teks puisi yang berjudul Sajak Langit, Hilang, Kejora, Selembar Cahaya, Ada yang Belum Sempat Kuceritakan, Izinkan, Denging Itu Isyarat Ada Hidup, Semesta Kabut, Memuja Semesta dan Yang Membentang karya Alvin Shul Vatrick dkk dalam kumpulan Sajak Langit. Hasil penyimakan tersebut dicatat sebagai sumber data.
Penelitian tersebut merupakan analisis konten. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan untuk mengetahui nilai religi yang terdapat pada kumpulan Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk. Adapun reduksi data yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu reduksi data, model data dan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Puisi yang Berjudul Sajak Langit Karya Alvin Shul Vatrick
Puisi yang berjudul Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick tersebut memiliki enam bait. Bait pertama terdapat empat larik, bait kedua terdapat tiga larik, bait ketiga terdapat dua larik, baik keempat dua larik, bait kelima terdapat empat larik, dan bait keenam terdapat tiga larik . Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait satu, dua, lima dan enam, nilai religi manusia dengan manusia terdapat pada bait ketiga dan empat, sedangkan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Kejora Karya Alvin Shul Vatrick
Puisi yang berjudul Kejora karya Alvin Shul Vatrick tersebut memiliki jumlah bait sebanyak empat. Bait pertama terdapat empat larik, bait kedua terdapat enam larik, bait ketiga terdapat lima larik, dan bait keempat terdapat lima larik. Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait satu, dua, tiga dan empat. Nilai religi manusia dengan manusia dan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan dalam puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Kejora karya Alvin Shul Vatrick, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Hilang Karya Alvin Shul Vatrick
Puisi yang berjudul Hilang karya Alvin Shul Vatrick tersebut memiliki delapan bait. Pada bait pertama memiliki empat larik, bait kedua memiliki empat larik, bait ketiga memiliki enam larik, bait keempat memiliki enam larik, bait kelima memiliki enam larik, bait keenam memiliki tujuh larik, bait ketujuh memiliki enam larik, dan bait kedelapan memiliki tiga larik. Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait satu, dua, tiga, empat, lima, enam, dan bait tujuh larik tiga sampai enam, nilai religi manusia dengan manusia terdapat pada bait tujuh larik satu dan dua, sedang nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Hilang karya Alvin Shul Vatrick, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Selembar Cahaya Karya Eddy R Yusuf
Puisi yang berjudul Selembar Cahaya karya Eddy R Yusuf memiliki lima bait. Pada bait pertama sampai bait kelima masing-masing memiliki tiga larik. Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait satu, dua, tiga, empat dan lima, sedangkan nilai religi manusia dengan manusia dan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Selembar Cahaya karya Eddy R Yusuf, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Ada yang Belum Sempat Kuceritakan Karya Eddy R Yusuf
Puisi yang berjudul Ada yang Belum Sempat Kuceritakan karya Eddy R Yusuf memiliki empat bait. Pada bait pertama memiliki dua larik, bait kedua memiliki empat larik, bait ketiga memiliki enam larik, dan bait keempat memiliki empat larik. Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait satu larik 1, dan bait dua, tiga, dan empat, nilai religi manusia dengan manusia terdapat pada bait satu larik satu, sedangkan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Ada yang Belum Sempat Kuceritakan karya Eddy R Yusuf, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Izinkan Karya Eddy R Yusuf
Puisi yang berjudul Izinkan karya Eddy R Yusuf tersebut memiliki empat bait. Pada bait pertama terdapat dua larik, bait kedua terdapat dua larik, bait ketiga terdapat empat larik, dan bait keempat terdapat lima larik. Pada puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan yang terdapat pada bait tiga dan bait keempat, nilai religi manusia dengan alam terdapat pada bait satu dan bait dua, sedangkan nilai religi manusia dengan manusia tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Izinkan karya Eddy R Yusuf, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan alam pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Denging Itu Isyarat Ada Hidup Karya Eddy R Yusuf
Puisi yang berjudul Denging Itu Isyarat Ada Hidup karya Eddy R Yusuf memiliki empat bait. Pada bait pertama terdapat lima larik, bait kedua terdapat tujuh larik, bait ketiga terdapat lima larik, dan bait keempat terdapat lima larik. Pada puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan yang terdapat pada bait dua, bait tiga larik tiga sampai lima, dan bait empat, nilai religi manusia dengan alam terdapat pada bait satu, dan bait tiga larik satu dan larik dua, sedangkan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Denging Itu Isyarat Ada Hidup karya Eddy R Yusuf, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Semesta Kabut Karya Eddy R Yusuf
Puisi yang berjudul Semesta Kabut karya Eddy R Yusuf memiliki empat bait. Pada bait pertama terdapat dua larik, bait kedua terdapat dua larik, bait ketiga terdapat dua larik, dan bait keempat terdapat enam larik. Pada puisi tersebut terdapat nilai religi manusia dengan Tuhan pada bait empat larik satu, empat, lima, dan larik enam, nilai religi manusia dengan alam terdapat pada bait satu, dua, tiga, dan bait empat larik dua dan tiga, sedangkan nilai religi manusia dengan manusia tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Semesta Kabut karya Eddy R Yusuf, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang berjudul Memuja Semesta Karya Ahmad Akbar
Puisi yang berjudul Memuja Semesta karya Ahmad Akbar memiliki satu bait saja. Pada bait tersebut terdapat empat belas larik. Puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan yang terdapat pada bait satu larik tiga sampai larik keempat belas, nilai religi manusia dengan manusia terdapat pada bait satu dan bait dua, sedangkan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Memuja Semesta karya Ahmad Akbar, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
Puisi yang Berjudul Yang Membengang Karya Ahmad Akbar
Puisi yang berjudul Yang Membentang karya Ahmad Akbar memiliki dua bait. Pada bait pertama terdapat tujuh larik, dan bait kedua terdapat delapan larik. Pada puisi tersebut memiliki nilai religi manusia dengan Tuhan yang terdapat pada bait satu dan bait dua, sedangkan nilai religi manusia dengan manusia dan nilai religi manusia dengan alam tidak ditemukan pada keseluruhan puisi tersebut.
Berdasarkan temuan yang diperoleh pada puisi yang berjudul Yang Membentang karya Ahmad Akbar, nilai religi yang ditemukan, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan dan nilai religi manusia dengan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakanlah teori strukturalisme genetik pada penelitian tersebut. Lucian Goldman menekankan tiga aspek pada teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Jika dikaitkan dengan hasil temuan pada puisi tersebut, yaitu nilai religi manusia dengan Tuhan, maka di situ terdapat fakta kemanusiaan, karena pada puisi tersebut penulis berusaha menjelaskan tentang pencarian Tuhan pada hampir sebagian manusia di muka bumi ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Meskipun hal tersebut bersifat abstrak, tapi penulis berusaha menyampaikannya dengan sekonkrit mungkin dengan memadukan antara perasaan dengan pikiran dengan memberdayakan diksi agar pembaca sampai pada pemahaman yang nyata. Sedangkan nilai religi manusia dengan manusia pada puisi tersebut, terdapat aspek subjek kolektif dan pandangan dunia, karena penulis berusaha memadukan antara pikiran dan gagasannya sendiri melalui puisi tersebut dengan pembacanya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis terhadap kumpulan puisi Sajak Langit karya Alvin Shul Vatrick dkk dengan menggunakan teori strukturalisme genetik Lucian Goldman penulis menyimpulkan nilai religi yang terdapat dalam puisi-puisi tersebut, yaitu nilai religi hubungan manusia dengan manusia, nilai religi hubungan manusia dengan alam dan nilai religi hubungan manusia dengan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmosuwito, Subijantoro. 1989. Perihal Sastra dan Relihiusitas dalam Sastra. Bandung: C.V. Sinar Baru.
Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak. Yokyakarta: Graha Geneti
Mangunwijaya, Y.B. 1982. Sastra dan Relgiositas. Jakarta: Sinar Harapan.
PW. LP Maarif NU Sulawesi Barat, Pondok Pesantren Mahasiswa Al Asyariah Mandar. 2018. Faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Ratna, Nyoman Kuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surachmad. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offsed.
Suroto. 1989. Kumpulan Pantun Peribasa, Nasihat, dan Jenaka. Bandung: BHS.
Tarigan, Henri Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Vatrick, Alvin Shul. 2019. Ada Puisi dalam Secangkir Kopi. Luwu: CV Aden Jaya.
Vatrick, Alvin Shul. 2019. Sajak Langit. Luwu: CV Aden Jaya.
Waluyo, Herman J. 2005. Apresiasi Puisi: untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Wahyuni, Risti. 2014. Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun Lama. Yogyakarta: Saufa.
Wellek, Rene dan Warren A. 1986. Teori Sastra dan Pengajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Zazuli, Muhammad. 2018. Sejarah Agama Manusia. Yogyakarta: Narasi.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar