KEMATIAN MARADONA MEMBANGKITKAN JUANG CHE GUEVARA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
*KEMATIAN MARADONA MEMBANGKITKAN JUANG CHE GUEVARA*
Gusman Azis
Beberapa hari ke belakang sontak membuat para penikmat dan pelaku olahraga yang paling banyak diminati sepanjang sejarah, yaitu olahraga sepak bola dibuat kaget pemberitaan media tentang kepulangan legenda pesepakbola asal Argentina ke peristirahatan terakhirnya di liang lahat, yaitu Maradona. Nama lengkapnya adalah Diego Maradona yang dilahirkan pada 30 Oktober 1960 di Lanus, Argentina, Amerika Latin.
Maradona adalah salah satu legenda pemain sepak bola sampai hari ini masih melekat di hati pecinta olahraha sepak bola, terutama fansnya. Memang tidak bisa ditepis bahwa wafatnya beliau membuat kita sangat terpukul, bagaimana tidak, ia adalah salah satu pemain yang memiliki gaya bermain di lapangan hijau yang unik, memukau, meski ia terbilang memiliki postur tubuh di bawah rata-rata. Jangan salah, tenaga dan skill belum tentu juga kecil, bahkan bisa melampaui perkiraan-perkiraan kita. Timbul pertanyaan, mengapa ia sampai dikatakan pemain legenda, apakah ia hanya legenda lapangan hijau? Hal itu akan kita bahas, dan pembahasan selanjutnya tidak terlalu mengarah ke karir sepak bola Maradona, akan tetapi kesamaan beliau dengan beberapa tokoh revolusioner dunia.
Setelah pemberitaan duka dunia sepak bola beredar ke berbagai jagad maya, ada satu hal yang menarik perhatian kita, yaitu tentang tato di tubuh Maradona. Bagaimana tidak, tato tersebut bukan tato biasa sebagaimana yang kita lihat tato pada umumnya, akan tetapi tato bermotif salah satu tokoh revolusioner dunia yang sangat disegani, yaitu Che Guevara, bahkan ia kerap kali mengenakan kaos dengan sablon Che guevara. Tidak hanya itu, Maradona juga dikenal dekat dengan Fidel Castro sahabat Che Guevara yang sama-sama pejuang menumbangkan ketidakadilan, bahkan Fidel dianggapnya sebagai ayah kedua. Che Guevara memiliki nama asli Ernesto Guevara de la Serna. Julukan Che berasal dari sebutan "Che" dalam ekspresi berbahasa ala Argentina untuk menyebut "kawan".
Maradona bukan hanya sekadar legenda sepak bola. Ia melegenda dengan kelihaiannya memainkan bola, mampu mengenal kawan setimnya dengan pendekatan psikologis, mampu mengatur tempo bermain meski di bawah tekanan lawan. Bahkan ia juga dijuluki sebagai "tangan Tuhan". Demikianlah julukan denotasi itu yang membikin dirinya sukar diasingkan dari hati maupun pikiran dari penggemarnya. Apakah Maradona hanya legenda lapangan hijau, apakah ia tidak menyumbangkan legendannya ke dunia perkelahian antara miskin dan kaya, lalu mengapa ia sampai membuat tato di tubuhnya dengan gambar pejuang kemanusiaan, dekat pula dengannya?
Hal di atas sukar dijawab karena dua hal yang berdiri sendiri, namun keduanya bisa menyatu dengan menggunakan kekuatan hati menyaksikan kenyataan bahwa pergolakan hidup terus berlangsung dengan secara alami maupun secara sengaja. Pejuang lapangan hijau ikut andil sepenuhnya mengangkat martabat negaranya secara impilisit melalui olahraga, mewakili ketidakadilan kemanusiaan secara eksplisit melalui jalur sunyi dalam diri yang ditanamkan ketika berlaga di lapangan. Kecintaan Maradona akan negaranya membuat ia di luar lapangan mengumpulkan segala macam bentuk kekerasan dan ketidakadilan di sekitarnya dikumpulkan dalam diri untuk dibawa ke helatan olahraga sebagai semangat juang.
Maradona dilahirkan dalam keluarga miskin di tengah-tengah lingkungan miskin pula di Lanus, Argentina. Bisa ditarik benang merah tentang kepekaannya terhadap hal kemanusiaan bahwa memang ia sewajarnya mencintai tokoh revolusioner. Bagaimana tidak demikian, ia sejak kecil dihantui peristiwa yang tak lazim disaksikan seorang Maradona bocah kecil. Bahwa Maradona dan Che Guevara adalah tokoh yang berbeda dalam negara yang sama. Pun juga kedua dilahirkan dalam lingkungan yang berbeda, Maradona lahir dari keluarga miskin, sedang Che Guevara dilahirkan dalam keluarga serba berkecukupan.
Jadi latar belakang kedua tokoh itu berawal dari perbedaan-perbedaan, akan tetapi berakhir dengan kesamaan-kesamaan, yaitu darah juang yang mengalir dalam diri. Kesamaan keduanya juga terletak pada kemampuannya mengontrol lingkungan juangnya masing-masing, bahwa Maradona mampu menggerakkan urat-urat hati kawannya di lalangan hijau, membakar semangat api yang semakin meredup, sedang Che Guevara juga demikian mengontrol kawannya di bawah tekanan kebijakan-kebijakan yang semakin menindih kaum kelas menengah ke bawah, mampu membakar api dalam hati, lalu menariknya ke luar melalui pikiran dengan telah menerjemahkan keadaan yang menjelaskan dirinya sendiri untuk diperbaiki dan ditata.
Sehubungan dengan perjalanan hidup Maradona dan Che Guevara untuk negaranya, maka itu bisa kita jadikan acuan dan diadopsi ke lingkungan kita masing-masing dengan merujuk pada pernyataan Roky Gerung bahwa persepsi kita terhadap keadaan dapat berubah satu menit yang dari sekarang, satu detik sebelum kiamat. Itulah kenapa kita tidak hanya disarankan mengutui buku, akan tetapi juga menguliti keadaan sekitar. Dengan kata lain simpanlah sampah di tong sampah. Apalah gunanya menghafal nama-nama buku jika kekritisan buku tidak kita pake mengkritik keadaan di mana posisi tubuh kita berada. Bentuk ktitik bukan hanya sekadar ocehan semata, akan tetapi tangan dan kaki diayunkan.
Sekaitan dengan buku-buku kita lahap, sedang keadaan sekitar kita tidak stabil, bahkan berujung hanya mampu teoritis dalam otak saja, tidak mampu praktis di lngkungan kita yang berjarak bersentimeter. Bukan berarti buku tidak begitu, buku didesain memang untuk bahan memperbaiki keadaan. Yang membuatnya tidak mampu adalah pembacanyalah yang menyempitkan. Seminimal mungkinlah kita selepas baca buku, lantas kita melingkar membicarakan tentang keadaan lingkungan kita dengan hasil bacaan membangkitkan ide dan solusi, jika masih belum mampu mengolah bacaan jadi ide, maka seminimal mungkin hanya mendengar pembicaraan tentang hal di luar buku. Saya mengutuk keras diri saya sendiri ketika hanya membaca buku saja tanpa tahu membuat solusi terkait berantakannya dapur ibuku.
Sehubungan Che Guevara. Jika kita tarik ke kehidupan kita, ke dunia mahasiswa, itu hampir persis sama, memiliki kesamaan. Bahwa telah dikisahkan Che Guevara bertulang di Argentina dan negara-negara Amerika Latin lainnya. Dia melakukan perjalanan dengan sepeda Norton Tua 500 untuk mengelilingi Amerika Latin. Perjalanan itu telah membuka mata kedip-kedip dan mata batin pada situasi setiap wilayah yang telah dilaluinya dengan kenyataan sosial. Itulah kenapa ia sampai beralih dari dokter ke pejuang kemanusiaan. Kita juga seperti Che, bahwa kita melakukan perjalanan dari rumah menuju kampus secara bolak-balik dengan meletak dalam dada tentang cita dan harapan individu dan kelompok. Singkatnya begitu.
27 November 2020
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar