KELAS MENULIS HIMAPBI/ Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1)

Gambar
  Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1) Gusman Azis Kenapa disarankan untuk menulis? Karena dengan menulis, kita tidak akan dibunuh dunia. Disarankan selalu menemukan ruang untuk menyusuri sensasi yang sakral. Menulis ialah salah satu pekerjaan yang mulia karena kita ikhlas memperbaiki dunia. Alberthiene Endah (2011) mengatakan "Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hati dan memperluas cakrawala". Kita lumrah mengeluh menulis, yang amat sangat meremehkan menulis. Kenapa orang lain bisa menulis, sedang kita tidak bisa? Dan kenapa orang lebih memilih berbisnis, membuka restoran, atau jadi profesional sukses di perusahaan multinasional ketimbang memilih untuk sepenuhnya menekuni dunia menulis? Itu serangan yang sulit untuk ditepis, karena hal itu menyangkut dengan pilihan dan jalan hidup tiap orang. Kita sebagai manusia yang keras kepala dengan dunia yang menyengat sejak kecil, jangan selalu nyaris terpengaruh bahwa menulis bukanlah aktivitas yang hidup. Bukan ak...

Mengisi Kekosongan dalam Diri Manusia

 


*Mengisi Kekosongan dalam Diri Manusia*
Gusman Azis


Kini kurang lebih disadari bahwa ilmu pengetahuan murni pendidikan ilmiah tidak mencetak manusia seutuhnya. Ilmu pengetahuan melahirkan setengah manusia. Pendidikan seperti ini menghasilkan bahan baku untuk manusia, bukan manusia jadi. Yang dapat dihasilkan pendidikan seperti ini adalah manusia sehat dan kuat, namun bukan manusia bajik. Semua orang kini menyadari zaman murni ilmu pengetahuan perlu ada yang mendampingi. Masyarakat sekarang terancam dengan kekosongan. Kekosongan yang dimaksud bukan kekosongan seperti waktu yang tidak terisi, misalnya tidak ada kejaan dan sebagainya, melainkan kekosongan yang dimaksud di sini adalah kekosongan nurani. Sebagian orang bermaksud mengisi kekosongan ini dengan murni dari filsafat, sebagian lainnya merujuk kepada sastra, seni dan ilmu-ilmu mempromosikan kesejahteraan manusia. Selanjutnya pembahasan ini hanya difokuskan saja pada sastra.

Suatu negara yang berada di timur tengah, yaitu Iran mengusulkan agar kekosongna tersebut diisi dengan sastra yang penuh kebajikan. Para pendukung rencana ini lupa bahwa sastra ini sendiri mendapat ilham dan agama dan semangat agama yang penuh kebajikan, semangat yang menjadikan agama menarik perhatian, yaitu semangat religius. Kalau tidak, mengapa sastra modern, meski ada klaim bahwa sastra modern itu humanistik, begitu hambar, tak ada roh dan daya tariknya. Sesungguhnya kandungan manusiawi dalam sastra sufi, merupakan hasil dan konsepsi agama sastra tersebut tentang alam semesta dan manusia. Seandainya dasar agama dikeluarkan dari mahakarya-mahakarya itu, maka yang tersisa kerangkanya saja.

Will Duran dikutif Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa "hendaknya kekosongan dalam diri manusia itu diisi dengan sastra dan seni". Itulah pentingnya belajar ilmu-ilmu yang senantiasa mengetuk hati kita. Hari ini sekolah dan perguruan tinggi mengalami kerusakan dan kerugian, sebagian besar akibat dari teori yang menganggap pendidikan membuat manusia menjadi selaras dengan lingkungannya. Menurut Will Duran dalam Murtadha Muthahhari menyatakan bahwa "defini itu tidak ada rohnya, dan mekanis sifatnya. Setiap pikiran yang jernih dan jiwa yang kreatif menentang defini itu".

Akibatnya adalah sekolah dan perguruan tinggi kita hanya diisi dengan ilmu-ilmu teoretis, sehingga tak dianggap penting dan dikesampingkan mata pelajaran sastra, karena mata pelajaran seperti ini dianggap tidak ada gunanya. Yang dapat dicetak oleh sesuatu pendidikan yang murni dari ilmu pengetahuan hanyalah alat untuk menunjang keinginan dan tujuan. Pendidikan seperti ini membuat manusia tidak mengenal keindahan dan kearifan.

Problem kekosongan nurani dalam diri terjadi akibat tidak ada kepercayaan kepada tujuan manusia. Problem itu dapat dipecahkan dengan sesuatu yang nonmaterial, sekali pun mungkin imajinatif belaka. Itulah pentingnya menyibukkan diri dengan sastra karena dapat mengisi sebuah kekosongan dalam diri. Kekosongan itu ada karena manusia memiliki naluri mencari kedamaian dan kesempurnaan. Itulah kenapa kita sering dianjurkan menulis, terutama yang dekat dengan sastra. Sehubungan dengan menulis, Al Ghazali bilang "jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah".

Penjara dicap sebagai neraka dunia, tempat yang hina. Membuat hampir sebagian bahkan semua umat manusia menakuti dan menjauhinya dalam kehidupan ini. Suatu penjara di bagian Amerika Latin tepatnya di Brazil yang dikenal lingkungannya sangat sadis, kejam, kekerasan terjadi di mana-mana dan kapan pun. Para napi yang ada di penjara Brazil seperti halnya lingkungan hutan, siapa yang buas maka dialah rajanya, dengan kata lain raja penjara. Perebutan-perebutan makanan, fasilitas-fasilitas di dalam penjara itu menjadi peperangan yang tidak terelakkan.

Melihat keadaan itu yang semakin hari semakin meningkat, maka semua jajaran pekerja yang ada di penjara itu berinisiatif untuk mengusulkan sesuatu hal yang bisa meredam keadaan itu kepada pemerintah setempat, yaitu semua napi diberikan semacam bimbingan yang dapat langsung mengetuk dasar hatinya. Bimbingan itu tidak dilakukan secara langsung seperti halnya seorang guru yang mendidik siswanya, melainkan menggunakan benda yang konon katanya bisa bertahan beberapa abad, yaitu buku.

Awalnya semua napi menganggap bahwa itu hanya sebuah buku paket yang biasa dibawa anak sekolah, padahal buku yang mereka pegang itu adalah buku-buku yang menampung karya sastra, yang sebelumnya dianggap sebagai buku biasa saja, yang dianggap buku yang menampung cerita belaka. Disamping mereka jenuh akan kekerasan setiap hari terjadi dalam penjara, maka mereka memutuskan menyisipkan waktu untuk membaca buku itu. Dalam satu bulan terakhir sejak napi mulai membiasakan membaca buku yang dibagikan itu, mereka mengalami perubahan besar dalam dirinya, mereka merasakan dalam dirinya mengalami perjalan batin tanpa batas, mereka baru menyadari bahwa tidak semua hal yang bisa didapat dengan indera bisa seumur hidup membuat diri merasakan yang namanya kebahagiaan, melainkan melalui dalam diri yang tidak bisa dijamah, hanya bisa dirasakan keberadaannya.

Itulah pentingnya sumbangsih sastra dalam kehidupan umat manusia, yang dapat mengisi lubang-lubang dalam diri, yang dapat mendampingi ilmu pengetahuan yang memproduksi alat untuk menunjang kemajuan dan mencapai harapan.

Referensi:

Muthahhari, Murtadha. 2002. Manusia dan Alam Semesta. Yogyakarta: Lentera.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KELAS MENULIS HIMAPBI/ Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1)

Dari Konteks Bahasa dan Berbahasa, Semua Manusia Punya Potensi untuk Berkembang

KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BERSABDA KARYA GUSMAN AZIS