Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

KELAS MENULIS HIMAPBI/ Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1)

Gambar
  Tradisi Menulis itu Keren (Bagian 1) Gusman Azis Kenapa disarankan untuk menulis? Karena dengan menulis, kita tidak akan dibunuh dunia. Disarankan selalu menemukan ruang untuk menyusuri sensasi yang sakral. Menulis ialah salah satu pekerjaan yang mulia karena kita ikhlas memperbaiki dunia. Alberthiene Endah (2011) mengatakan "Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hati dan memperluas cakrawala". Kita lumrah mengeluh menulis, yang amat sangat meremehkan menulis. Kenapa orang lain bisa menulis, sedang kita tidak bisa? Dan kenapa orang lebih memilih berbisnis, membuka restoran, atau jadi profesional sukses di perusahaan multinasional ketimbang memilih untuk sepenuhnya menekuni dunia menulis? Itu serangan yang sulit untuk ditepis, karena hal itu menyangkut dengan pilihan dan jalan hidup tiap orang. Kita sebagai manusia yang keras kepala dengan dunia yang menyengat sejak kecil, jangan selalu nyaris terpengaruh bahwa menulis bukanlah aktivitas yang hidup. Bukan ak...

MELAWAN CUMLAUDE DENGAN KARYA

Gambar
"MELAWAN CUMLAUDE DENGAN KARYA” Oleh: Muh Wahyu Hidayat Gusman Azis, Lahir di Pundambu, tepat tanggal 22 bulan Juni tahun 1996, anak dari pasangan bapak Aziz dan ibu Nurma, berasal dari Desa Peburru’, Sekolah Dasar ia tempuh di SDN 041 Pullandu, kemudian ia lanjutkan di SMP 2 Campalagian, setelahnya duduk di bangku SMK Campalagian merupakan jenjang pendidikan seragamnya,          Tahun 2014 ia lulus, lantas mencoba mengarungi bahtera pendidikan di luar daerah, mendaftar di Universitas Negeri Makassar (UNM) yang pada akhirnya diterima di jurusan Sastra Indonesia. Dengan latar belakang jurusan otomotif saat di SMK, ia sedikit pesimis sebab  menurutnya tidak ada hubungan dengan jurusan  yang ia tempuh pada saat kuliah, tapi itu tidak lantas membuatnya patah semangat dan memilih untuk pindah jurusan, ia mencari jati diri akan itu, mencoba menjiwai apa yang ia jalani sekarang yakni “Sastra”.         Semester pertengaha...

Air Mata Ibu

Adakah yang lebih teduh dari kerut wajah ibu dengan kesucian tetes keringatnya dari ari-ari yang nyaris tak mengalirkan darah?. Tak pernah ia bertanya sedikit pun tentang kemuliaannya yang sering kali kita sembunyikan di balik gengsi yang dibentuk pasar. Ia selalu sibuk menggantung ayunan sayang di bawah langit-langit plafon rumah untuk bekal dewasa kita di tanah asing tempat menimba harapan. Kini kita di tanah asing, sedang ibu kita di tanah yang berlumuran harapan-harapan yang di tanam untuk kita di sawah dan di kebun, dan ketika malam tiba ia mengusap dadanya di pojok dapur untuk melayangkan asap dari tungku bersama dengan doa-doa untuk kita. Renungkanlah, air mata ibu kita adalah surga yang dijaga malaikat di bawah telapak kakinya.